Cerahnya sinar mentari
siang itu senada dengan iring-iringan warna orange yang memadati jalan. Mereka
adalah rombongan mahasiswa jurnalistik jurusan Pendidikan Bahasa Inggris Universitas
Ahmad Dahlan (UAD) tahun 2009 yang pada siang itu, Sabtu (17/12) akan
mengunjungi Museum Dewantara Kirti Griya (MDKG) yang berlokasi di Jalan
Tamansiswa 25 Yogyakarta. Suasana kekeluargaan sangat terasa saat Ki Agus
Purwanto, pengelola Bagian Teknis dan Pemanduan MDKG menyambut kedatangan
mahasiswa UAD tersebut.
Rasa
penasaran para mahasiswa itu seolah terjawab ketika Agus dengan sabar
menjelaskan sejarah berdirinya museum tersebut. Pertanyaan-pertanyaan antusias
mereka pun satu per satu dijawabnya dengan detail. Agus Pun melanjutkan ceritanya sambil mengjak
para mahasiswa masuk ke dalam museum.
Pada
mulanya, rumah gaya Jawa-Eropa klasik tersebut adalah tempat tinggal Ki Hadjar
Dewantara. Pada tahun 1958 saat pelaksanaan rapat pamong Tamansiswa, beliau
mengusulkan agar tempat tinggalnya kelak dijadikan museum. Keinginan beliau
ditanggapi dengan baik, dan dilaksanakan setelah beliau wafat tahun 1959. Sejak
1960, Tamansiswa berusaha untuk mewujudkan gagasan almarhum. Setelah melalui proses
yang cukup panjang, pada tanggal 2 Mei 1970 Museum Tamansiswa diresmikan dan
dibuka oleh Nyi Hadjar Dewantara dengan nama “Dewantara Kirti Griya”. Menurut
Agus, Kirti mempunyai arti harfiah “kerja”, yang berarti kerja atau jerih payah
Ki Hadjar Dewantara. MDKG tentu saja telah melakukan beberapa kali renovasi.
Agus menambahkan, sekalipun mengalami berkali-kali renovasi, MDKG termasuk
museum memorial, sehingga bentuk fisik dan tata letak perabotan dibuat sama
seperti ketika Ki Hadjar Dewantara masih hidup. Terakhir, Agus menambahkan
museum mendapatkan bantuan dari Dinas Kebudayaan untuk renovasi, sehingga sudah
wangun untuk dikunjungi.
.
Layaknya museum lain, MDKG tentu banyak menyimpan
barang-barang koleksi peninggalan Ki Hadjar Dewantara dan keluarganya.Koleksi
tersebut meliputi bangunan, perabotan, pakaian, surat kabar, majalah, naskah,
foto, film, dokumen-dokumen, serta lukisan-lukisan yang masih terlihat indah.
Perabotan-perabotan antik dalam museum itu menarik mata siapa saja untuk
melihatnya. Bagaimana tidak, barang-barang yang dibuat kisaran abad 19-an itu
bahkan masih terlihat indah dan tertata dengan rapi, seperti telepon buata
pabrik Kellog Swedia, mesin ketik kuno, bahkan proyektil mortir 160, yaitu satu
dari tembakan mortir Belanda yang diarahkan ke Tamansiswa. Selain itu, hal
menarik lainnya adalah perpustakaan Ki Hadjar Dewantara yang sekaligus menjadi
ruang kerja beliau. Ratusan buku dalam berbagai bahasa tersusun rapi dalam rak.
Tak hanya buku, catatan-catatan pribadi Ki Hadjar Dewantara pun dijadikan
koleksi. Dalam perpustakaan tersebut juga masih tergantung rapi baju tahanan
penjara yang dulu dikenakan Ki Hadjar saat menjadi tahanan Belanda. Baju dan
celana berbahan jeans itu bahkan
masih bagus, tak kalah dengan jeans yang
dikenakan anak-anak muda jaman sekarang.
Kamar tidur KiHadjar dan Nyi Hadjar pun terlihat sangat
rapi, masih terdapat tempat tidur gaya klasik dengan renda putih disana. Ki Hadjar
pun ternyata masih mempunyai satu kamar tidur pribadi. Kamar tidur putri Ki Hadjar
pun tak kalah rapi, kamar ini mempunyai pintu shortcut langsung menuju ke kamar Ki Hadjar dan Nyi Hadjar
Dewantara.
Foto-foto dan lukisan peninggalan Ki Hadjar pun tak kalah
menarik untuk dilihat. Mulai dari lukisan Ki Hadjar dan Nyi Hadjar, serta
foto-foto pengetua Tamansiswa, tiga serangkai, serta foto Ki Hadjar Dewantara
saat memperoleh gelar Doktor dari Universitas Gadjah Mada (UGM).
Tak lupa, Agus menambahkan bahwa diharapkan
mahasiswa-mahasiswa UAD dapat menyebarluaskan informasi tentang museum
Dewantara Kirti Griya ini kepada masyarakat luas, agar masyarakat dapat
mengambil pelajaran dan ilmu dari museum juga koleksi-koleksi sejarah yang
terdapat di dalamnya.
Waktu semakin siang, sinar mentari
pun semakin gigih menyengat. Kunjungan siang itu ditutup oleh Mlathi (21)
perwakilan Mahasiswa Jurnalis UAD tahun 2009. Para mahasiswa UAD pun pulang
dengan segudang ilmu, pengetahuan, dan yang pasti mereka menyadari bahwa
Indonesia khususnya Yogyakarta kaya akan orang-orang hebat seperti Ki Hadjar
Dewantara, dan tanggung jawab menjadi mahasiswa akan menjadi lebih besar,
karena pemuda harus mampu meneruskan perjuangan para pendahulu, dan hal itu
dimulai dengan belajar.
Patria
Handung Jaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar