Rabu, 02 November 2011

Sekilas Wawancara dengan Seorang Jurnalis Senior

Yogyakarta, 9 Juli 2011
Hobiku Jalan Hidupku
Jum’at siang, 8 Juli 2011 cuaca terasa panas menyengat kulit, akan tetapi hawa sejuk langsung terasa ketika memnasuki kanto redaksi harian Kedaulatan Rakyat. Seorang receptionist cantik dengan ramah langsung mnenyapa kami. Kami pun menjawab maksud dan tujuan kami mengunjungi kantor tersebut, yaitu untuk bertemu seorang wartawan senior yang dapat membantu menyelesaikan tugas akhir kami. Mengetahui kami sudah membuat janji sebelumnya, kami dipersilakan duduk dan menunggu sejenak.
Waktu menunjukkan pukul 12.50, dan rupanya saat itu adalah jam makan siang untuk para pegawai kantor.Cukup lama kami menunggu, namun hal itu berbuah manis. Seorang lelaki paruh baya menemui kami. Dialah Mat Lutfi (44), seorang wakil pemimpin redaksi Kedaulatan Rakyat yang sudah sejak tahun 1989 berkecimpung di dunia jurnalistik. Beliau menyapa kami dengan hangat. Saya pun mulai membuka pembicaraan dengan menanyakan berbagai macam hal.
Beliau lahir di Bantul, 6 Desember 1966. Mengambil Sastra Arab sebagai program studinya di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, tak menghalangi kesenangan atau hobinya terhadap dunia jurnalistik. Beliau bergabung dengan bulletin kampus yang disebut “Nafiri” yang kemudian mengantarkannya menjadi wartawan professional. Mat Lutfi mengatakan bahwa ia beruntung mempunyai kenalan di Kedaulatan Rakyat yang mengajaknya bergabung dengan instansi tersebut. Liputan pertamanya adalah Muktamar NU pada tahun 1990.
Setiap pekerjaan tentunya mempunyai hal yang mengenakkan dan tidak. Ketika ditanya kenapa suka menjadi jurnalis, beliau tersenyum dan menjawab “Banyak sekali”. Berdasarkan penjelasan beliau, hal menariknya adalah mendapatkan ilmu dengan gratis, seperti bisa mengikuti seminar dengan gratis.Hal menarik lainnya adalah dikenal dan mengenal banyak orang. Bahkan beliau sering dikenal orang sementara beliau tidak mengenal orang tersebut.
Banyak sekali pengalaman liputan dan wawancara beliau. Wawancara dengan gubernur, atau pejabat seperti Amin Rais sudah merupakan hal yang biasa, tak ada lagi rasa canggung atau malu karena wartawan memang harus dekat dengan para petinggi. Kota Lampung, bahkan pulau Kalimantan pun pernah beliau kunjungi untuk liputan pada tahun 1996. Untuk luar negerinya, tahun lalu beliau pernah ke Vietnam dan Kamboja dengan biaya dari kantor.

Pengalaman tidak mengenakkan pun beliau ceritakan kepada kami. Seperti ketika beliau sering mewawancarai narasumber yang sama, beliau dikira menagih langganan. Bahkan pernah juga ditolak oleh narasumber. Selain itu, jika menemui narasumber seperti Amin Rais misalnya, yang ucapannya harus ditulis secara persis di media cetak, atau harus meninggalkan recorder nya karena narasumber terlalu sibuk. Hal lain yang harus diketahui sebagai seorang wartawan adalah, wartawan harus siaga 24 jam, dan siap sewaktu-waktu dipanggil untuk meliput.
Beliaupun menjelaskan jenis-jenis wartawan. Ada wartawan foto, dan warrtawan tulis. Beliau termasuk wartawan foto. Beliau menambahkan bahwa wartawan foto jarang sekali yang bisa menulis, sementara wartawan tulis masih bisa jadi wartawan foto sekalipun hanya dengan kamera digital.
Berita yang beliau cari pun tak jarang ditolak oleh redaktur, karena biasanya berita itu sangat banyak sehingga harus dipilih. “Berita itu selalu dan pasti ada”, jelas beliau. Ternyata berita tidak harus selalu dicari. Ada banyak cara untuk mencari berita, diantaranya melalui koordinasi dengan wartawan lain, mendapat sms dari seseorang, atau bahkan mendapat undangan untuk meliput sebuah acara. Undangan sifatnya tidak mengikat, jadi tidak ada biaya untuk hal ini.
Selain hal yang mengenakkan dan tidak, beliau pun menceritakan kekacauan yang pernah terjadi selama liputan. Seperti lupa mengaktifkan tombol perekam. Saya pun langsung tertarik dengan pembicaraan tersebut. Lantas bagaimana dengan laporan dan tanggung jawabnya nanti? Mat Lutfi pun menjawab bahwa perekam itu sifatnya hanya membantu. Yang paling utama adalah kita harus merekamnya di pikiran kita, jadi sebenarnya tidak terlalu masalah kalau rekemannya hilang atau lupa menekan tombol powernya. “Akan tetapi jika benar-benar blank ya harus Tanya ke wartawan lain baik dr instansi yang sama, atau berbeda (kalau boleh), ujarnya.

Ilmu saya pun semakin bertambah ketika beliau menjelaskan macam-macam wartawan, seperti wartawan hukum,kriminal, politik, pendidikan, dan sosial dimana mereka mempunyai job masing-masing. Untuk wartawan kriminal, biasanya mereka berteman dengan polisi dan hamper setiap hari mereka ngepos di kantor polisi untuk mengamati dan memberitakan kabar taerbaru mengenai kriminal. Bisa juga wartawan kriminal yang bersahabat dengan polisi akan langsung dikabari oleh polisi tersebut apabila ada kejadian terbaru tentang kriminal.
“Proses peliputan berita bisa dari pagi atau malam, tergantung kapan event itu terjadi”, ungkap beliau. Setelah diliput nanti ditentukan oleh redaktur tentang kelayakannya, boleh terbit atau tidak.
Waktu sudah semakin siang, Mat Lutfi pun harus menyelesaikan pekerjaan yang lain, bahkan beliau sudah ditunggu untuk janji yang lain. Untuk menutup pembicaraan, saya pun menanyakan pertanyaan terakhir, yaitu saran dari beliau untuk wartawan-wartawan junior seperti saya. Beliau pun menjawab bahwa yang utama adalah kami harus siap tenaga, dan mengikuti perkembangan isu.
Itulah tadi beberapa ilmu baru yang saya dapat dari Mat Lutfi, seorang wartawan senior yang telah 22 tahun mengabdi di dunia jurnalistik, khususnya di harian Kedaulatan Rakyat. Saya pribadi berharap bahwa saya dapat menjadi wartawan yang professional serta memberikan informasi yang bermanfaat, minimal untuk saya sendiri dan orang-orang di sekitar saya, dan selanjutnya di masyarakat. Patria Handung Jaya (09004503)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar