Yogyakarta,
9 Juli 2011
Hobiku
Jalan Hidupku
Jum’at
siang, 8 Juli 2011 cuaca terasa panas menyengat kulit, akan tetapi hawa sejuk langsung
terasa ketika memnasuki kanto redaksi harian Kedaulatan Rakyat. Seorang receptionist cantik dengan ramah
langsung mnenyapa kami. Kami pun menjawab maksud dan tujuan kami mengunjungi
kantor tersebut, yaitu untuk bertemu seorang wartawan senior yang dapat
membantu menyelesaikan tugas akhir kami. Mengetahui kami sudah membuat janji
sebelumnya, kami dipersilakan duduk dan menunggu sejenak.
Waktu
menunjukkan pukul 12.50, dan rupanya saat itu adalah jam makan siang untuk para
pegawai kantor.Cukup lama kami menunggu, namun hal itu berbuah manis. Seorang
lelaki paruh baya menemui kami. Dialah Mat Lutfi (44), seorang wakil pemimpin
redaksi Kedaulatan Rakyat yang sudah sejak tahun 1989 berkecimpung di dunia
jurnalistik. Beliau menyapa kami dengan hangat. Saya pun mulai membuka
pembicaraan dengan menanyakan berbagai macam hal.
Beliau
lahir di Bantul, 6 Desember 1966. Mengambil Sastra Arab sebagai program
studinya di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, tak menghalangi kesenangan atau
hobinya terhadap dunia jurnalistik. Beliau bergabung dengan bulletin kampus
yang disebut “Nafiri” yang kemudian mengantarkannya menjadi wartawan
professional. Mat Lutfi mengatakan bahwa ia beruntung mempunyai kenalan di
Kedaulatan Rakyat yang mengajaknya bergabung dengan instansi tersebut. Liputan
pertamanya adalah Muktamar NU pada tahun 1990.
Setiap
pekerjaan tentunya mempunyai hal yang mengenakkan dan tidak. Ketika ditanya
kenapa suka menjadi jurnalis, beliau tersenyum dan menjawab “Banyak sekali”.
Berdasarkan penjelasan beliau, hal menariknya adalah mendapatkan ilmu dengan
gratis, seperti bisa mengikuti seminar dengan gratis.Hal menarik lainnya adalah
dikenal dan mengenal banyak orang. Bahkan beliau sering dikenal orang sementara
beliau tidak mengenal orang tersebut.
Banyak
sekali pengalaman liputan dan wawancara beliau. Wawancara dengan gubernur, atau
pejabat seperti Amin Rais sudah merupakan hal yang biasa, tak ada lagi rasa
canggung atau malu karena wartawan memang harus dekat dengan para petinggi.
Kota Lampung, bahkan pulau Kalimantan pun pernah beliau kunjungi untuk liputan
pada tahun 1996. Untuk luar negerinya, tahun lalu beliau pernah ke Vietnam dan
Kamboja dengan biaya dari kantor.
Pengalaman
tidak mengenakkan pun beliau ceritakan kepada kami. Seperti ketika beliau
sering mewawancarai narasumber yang sama, beliau dikira menagih langganan.
Bahkan pernah juga ditolak oleh narasumber. Selain itu, jika menemui narasumber
seperti Amin Rais misalnya, yang ucapannya harus ditulis secara persis di media
cetak, atau harus meninggalkan recorder nya
karena narasumber terlalu sibuk. Hal lain yang harus diketahui sebagai seorang
wartawan adalah, wartawan harus siaga 24 jam, dan siap sewaktu-waktu dipanggil
untuk meliput.
Beliaupun
menjelaskan jenis-jenis wartawan. Ada wartawan foto, dan warrtawan tulis.
Beliau termasuk wartawan foto. Beliau menambahkan bahwa wartawan foto jarang
sekali yang bisa menulis, sementara wartawan tulis masih bisa jadi wartawan
foto sekalipun hanya dengan kamera digital.
Berita
yang beliau cari pun tak jarang ditolak oleh redaktur, karena biasanya berita
itu sangat banyak sehingga harus dipilih. “Berita itu selalu dan pasti ada”,
jelas beliau. Ternyata berita tidak harus selalu dicari. Ada banyak cara untuk
mencari berita, diantaranya melalui koordinasi dengan wartawan lain, mendapat
sms dari seseorang, atau bahkan mendapat undangan untuk meliput sebuah acara.
Undangan sifatnya tidak mengikat, jadi tidak ada biaya untuk hal ini.
Selain
hal yang mengenakkan dan tidak, beliau pun menceritakan kekacauan yang pernah
terjadi selama liputan. Seperti lupa mengaktifkan tombol perekam. Saya pun
langsung tertarik dengan pembicaraan tersebut. Lantas bagaimana dengan laporan
dan tanggung jawabnya nanti? Mat Lutfi pun menjawab bahwa perekam itu sifatnya
hanya membantu. Yang paling utama adalah kita harus merekamnya di pikiran kita,
jadi sebenarnya tidak terlalu masalah kalau rekemannya hilang atau lupa menekan
tombol powernya. “Akan tetapi jika benar-benar blank ya harus Tanya ke wartawan lain baik dr instansi yang sama,
atau berbeda (kalau boleh), ujarnya.
Ilmu
saya pun semakin bertambah ketika beliau menjelaskan macam-macam wartawan,
seperti wartawan hukum,kriminal, politik, pendidikan, dan sosial dimana mereka
mempunyai job masing-masing. Untuk wartawan kriminal, biasanya mereka berteman
dengan polisi dan hamper setiap hari mereka ngepos di kantor polisi untuk
mengamati dan memberitakan kabar taerbaru mengenai kriminal. Bisa juga wartawan
kriminal yang bersahabat dengan polisi akan langsung dikabari oleh polisi
tersebut apabila ada kejadian terbaru tentang kriminal.
“Proses peliputan
berita bisa dari pagi atau malam, tergantung kapan event itu terjadi”, ungkap beliau. Setelah diliput nanti ditentukan
oleh redaktur tentang kelayakannya, boleh terbit atau tidak.
Waktu sudah semakin
siang, Mat Lutfi pun harus menyelesaikan pekerjaan yang lain, bahkan beliau sudah
ditunggu untuk janji yang lain. Untuk menutup pembicaraan, saya pun menanyakan
pertanyaan terakhir, yaitu saran dari beliau untuk wartawan-wartawan junior
seperti saya. Beliau pun menjawab bahwa yang utama adalah kami harus siap
tenaga, dan mengikuti perkembangan isu.
Itulah
tadi beberapa ilmu baru yang saya dapat dari Mat Lutfi, seorang wartawan senior
yang telah 22 tahun mengabdi di dunia jurnalistik, khususnya di harian
Kedaulatan Rakyat. Saya pribadi berharap bahwa saya dapat menjadi wartawan yang
professional serta memberikan informasi yang bermanfaat, minimal untuk saya
sendiri dan orang-orang di sekitar saya, dan selanjutnya di masyarakat. Patria Handung Jaya (09004503)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar