Baim
Cerpen
Patria Handung Jaya
Pukul
19.00, aku gelisah. Perasaanku tak karuan membayangkan apa yang akan terjadi 30
menit ke depan. Pikiranku hanya tertuju padanya, sosok yang bahkan belum pernah
aku temui. Sejak menjanda 2 tahun lalu, baru kali ini ku beranikan diri
berkenalan dengan seorang pria. “Aku sudah di jalan”, tegasnya melalui pesan
singkat. Perjalanan Kalasan-Yogyakarta yang hanya 30 menit itu membuat dadaku
semakin berdegup kencang.
***
Baim,
nama lelaki itu. Usianya 27 tahun, bisa dikatakan tak terlalu jauh dengan
usiaku,. Aku mengenalnya melalui sebuah jejaring sosial. Tak sengaja ku temukan
akun miliknya ketika aku sedang merasa kesepian. Ia pria yang manis, aku
melihat beberapa foto di akun miliknya itu.. Aku tak berpikir panjang. Langsung
saja ku hubungi nomer yang ia cantumkan dalam profile nya. Malam itu, ku beranikan untuk mengirim pesan singkat
padanya. Identitas, cerita hidup, semua aku ceritakan padanya. Ia tak membalas
lagi. “Ah, ia tak tertarik”, pikirku pesimis.
Mungkin
Ia tak suka pada janda 30 tahun beranak satu yang ditinggal mati suaminya di
medan perang. Tentu saja, pria menarik seperti dirinya tidak level sama wanita
sepertiku. Hari berganti. Dua malam kemudian, handphoneku berdering. Tak kusangka nomer yang ku kenal mengirim
pesan singkat padaku. “Baim”, gumamku singkat. Pesannya tak panjang, hanya
sekedar sapaan biasa, “Selamat malam Andini”, isi pesannya. Entah setan apa
yang merasukiku. Tak ku balas pesannya, justru langsung ku hubungi nomer itu.
Kami mengobrol panjang lebar, dan akhirnya Ia pun menawarkan pertemuan yang
memang aku inginkan sejak pertama. “Aku jenuh, ingin refreshing” tegasnya. Ia
menawarkan pertemuan di rumahku
***
Jam
19.10, aku menjadi seperti orang bodoh. Gelisah tak menentu. Ku lakukan apa
yang bisa dilakukan untuk membuat diriku terlihat cantik dan anggun. Rumah kutata
rapi dan kubersihkan. “Memang apa yang akan kulakukan?”, aku berfikir. Waktu
terus berjalan. Pukul 19.20, mukaku semakin terlihat pucat. Maklum saja, sudah
2 tahun aku tak pernah bertemu dengan pria yang special. Untung saja Putra, anakku yang berumur 5 tahun sudah
tertidur.
Pukul
19.30. Aku harap malam ini akan menjadi malam yang spesial. Handphoneku berdering. Jantungku serasa
mau copot. Baim mengirim pesan singkat. “Sudah sampai gang depan”, isi pesan
singkatnya. Aku menjemputnya di gang depan rumah. Ia kelihatan berbeda, lebih
kurus daripada yang ada di foto, namun bentuk tubuhnya tetap proposional. Kuliatnya
coklat, benar-benra kulit khas orang Indonesia.
Sesampainya
di rumah, Ia memarkirkan sepeda motor dan melepaskan helm yang sejak tadi
dipakainya. Rambut ala spiky nya
sedikit rusak karena tekanan helm. Kami membicarakan banyak hal. Sambil
menghisap rokok di tangannya, kami membicarakan dari hal yang bersifat umum,
sampi hal yang bersifat intim. Aku benci laki-laki perokok, tapi entah kenapa
aku menikmati tiap hembusan asap dari mulutnya bersamaan dengan obrolan kami.
Dari sekian banyak
obrolan, pekerjaannya lah yang paling membuatku penasaran. Ternyata benar,
menemani orang sepertiku adalah salah satu pekerjaannya. Tapi entah kenapa aku
tak peduli. Yang aku pedulikan hanyalah dia milikku malam ini. Kami ngobrol hampir
sekitar 1,5 jam lamanya. Ia menceritakan bahwa sangat susah mencari teman jaman
sekarang. Kebanyakan orang yang Ia temui selalu menjurus ke arah hubungan intim.
Ia pun mengatakan lebih suka share dan
menciptakan obrolan hangat. Pada saat itu entah hanya perasaanku saja yang
ke-GR-an atau memang benar, aku merasa dia menikmati obrolan hangat denganku.
Aku pun juga demikian.
Pukul 21.15, dia pamit
ingin pulang. “Sudah malam”, katanya. Ia harus bekerja esok pagi jam 8. “Begini
saja?”, ucapku kecewa. Aku menahannya sebisaku. Dengan rayuan manjaku aku tarik
tangannya. Mengejutkan, Ia tak menolak. Malam itu seakan semuanya bisu, puntung
rokok di lantai dan heningnya malam seakan menjadi saksi bisu akan dosa yang
kami lakukan. “Aku menikmatinya”, itu saja pikirku.
Ia
pulang dengan wajah yang sedikit kecewa. “Apa Ia menyesal, apa aku tak seperti
yang diharapkan”, pikirku kacau. Ku antar kepulangannya dengan wajah sumringah
dan berharap Ia akan menemuiku lagi. Aku wanita yang beruntung, tak sepeser pun
ia meminta uang dariku.
***
Aku
tak bisa tidur memikirkan apa yang terjadi antara aku dan Baim. Setelah
kejadian malam itu, aku coba terus menghubunginya walaupun hanya sekedar sapaan.
Namun, tak sekalipun Ia membalas pesanku. Hari-hari berlalu dan tak ada hari
dimana aku tak memikirkan Baim. Aku terus berpikir bahwa mungkin Ia sudah
melupakan semuanya. Tentu saja, mungkin waktu itu Ia hanya mewrasa menjalankan
pekerjaannya. Menemaniku. “Tapi, kalau Ia hanya sekedar menjalankan
pekerjaanya, kenapa Ia bahkan tak meminta imbalan dariku?”pikirku. Sejenak aku
berfikir bahwa Ia benar-benar mencintaiku.
Tak
ada hari dimana aku tak gelisah. Duduk di teras, memejamkan mata dan membayangkan Ia datang dengan sepeda motornya.
“Ah cuma mimpi” gumamku. Wajahnya selalu terbayang di kepalaku, aku pun selalu
memantau akun miliknya. Sejenak aku berpikir, “Apa yang terjadi padaku”.
“Apakah tanpa kusadari aku telah mencintainya?Mencintai seorang lelaki
penghibur?Tapi apakah itu salah? Bukankah mencintai siapapun adalah hak
seseorang?”. Akan tetapi aku pun mulai berfikir rasional. Apakah aku juga
mempunya arti spesial untuk Baim? Apakah Baim memberikan tempat spesial di
hatinya untukku?
Yogyakarta, 28 Februari 2013
kui ceritane gedawan ndung.. :D
BalasHapusbagi pin kakak..
hahahaha....asem ik, mosok komen gedawan tok...mbok komen critane ngono lho..wkwkwkwk
BalasHapusokee,cek DM twitter ea qaqaaa....xD
wkakakak.. apa menurutmu pesan dan kesan yang bisa diambil?
BalasHapusHei...that's your job to find it out!!!mosok takon karo pengarange..hahahahaha
BalasHapusheeiii..
BalasHapustnyata aktif blogging juga ni opa handuung..
maap baru baca karyanya skarang.. :))
aku komen ya opaa..
BalasHapuskalo mnurutku si udh bagus tpi kya ada yg kurang gtu..
kurang something which can makes it to be something special.. :)
tpi itu subjektivitasku aja loo...