Minggu, 25 Desember 2011

BANGUNAN SEJARAH SANG BAPAK PENDIDIKAN


     
Cerahnya sinar mentari siang itu senada dengan iring-iringan warna orange yang memadati jalan. Mereka adalah rombongan mahasiswa jurnalistik jurusan Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Ahmad Dahlan (UAD) tahun 2009 yang pada siang itu, Sabtu (17/12) akan mengunjungi Museum Dewantara Kirti Griya (MDKG) yang berlokasi di Jalan Tamansiswa 25 Yogyakarta. Suasana kekeluargaan sangat terasa saat Ki Agus Purwanto, pengelola Bagian Teknis dan Pemanduan MDKG menyambut kedatangan mahasiswa UAD tersebut.
            Rasa penasaran para mahasiswa itu seolah terjawab ketika Agus dengan sabar menjelaskan sejarah berdirinya museum tersebut. Pertanyaan-pertanyaan antusias mereka pun satu per satu dijawabnya dengan detail.  Agus Pun melanjutkan ceritanya sambil mengjak para mahasiswa masuk ke dalam museum.
            Pada mulanya, rumah gaya Jawa-Eropa klasik tersebut adalah tempat tinggal Ki Hadjar Dewantara. Pada tahun 1958 saat pelaksanaan rapat pamong Tamansiswa, beliau mengusulkan agar tempat tinggalnya kelak dijadikan museum. Keinginan beliau ditanggapi dengan baik, dan dilaksanakan setelah beliau wafat tahun 1959. Sejak 1960, Tamansiswa berusaha untuk mewujudkan gagasan almarhum. Setelah melalui proses yang cukup panjang, pada tanggal 2 Mei 1970 Museum Tamansiswa diresmikan dan dibuka oleh Nyi Hadjar Dewantara dengan nama “Dewantara Kirti Griya”. Menurut Agus, Kirti mempunyai arti harfiah “kerja”, yang berarti kerja atau jerih payah Ki Hadjar Dewantara. MDKG tentu saja telah melakukan beberapa kali renovasi. Agus menambahkan, sekalipun mengalami berkali-kali renovasi, MDKG termasuk museum memorial, sehingga bentuk fisik dan tata letak perabotan dibuat sama seperti ketika Ki Hadjar Dewantara masih hidup. Terakhir, Agus menambahkan museum mendapatkan bantuan dari Dinas Kebudayaan untuk renovasi, sehingga sudah wangun untuk dikunjungi.

Jumat, 16 Desember 2011

Tugas Scientific Writing CLT



Kunthi Talibrata                   (09004498)                                       Scientific Writing/P
Patria Handung Jaya           (09004503)

COMMUNICATIVE LANGUAGE TEACHING: THEORY,
PRACTICE AND PERSONAL EXPERIENCE

What is Communicative Language Teaching?
            We already realized that there are so many methods for teaching English. However, most of them are still centered to the teacher. It doesn’t give benefit for the students because they become passive learners. In 1960, a new method called Communicative Language Teaching was revealed. The origins of Communicative Language Teaching (CLT) are to be found in the change in the British language teaching tradition dating (Richards 2001: 153). Some experts believe that this is the best method for teaching English, because CLT means little more than an integration of grammatical and functional teaching (Richards 2001: 155). It means that CLT not only focuses on grammatical uses and how teacher lecturing, but also focuses on how the students improve their skill and practice directly in four-language skills.
            Before applying CLT in learning process, the teacher should comprehend what CLT is.
Based on Savignon (2002: 7) Communicative language teaching (CLT) refers to both processes and goals in classroom learning. Here, teachers should focus not only on the students’ result, but also the teacher should consider the process how the student achieve the goal of learning process such as by doing discussion, pair work, etc. By this method, the students’ role is more important and the learning process can be student-centered.

CLT in Practice
            It is not easy to apply CLT, because this method consists of four-language skills, so it means that all activities done by teachers should contain all aspects of four-language skills. In his paper “Communicative Language Teaching Today”, Richard states some class activities in CLT, such as task-comletion activities, information gathering activities, opinion-sharing activities, information-transfer activities, reasoning-gaps activities and role play.
            From all activities, role play is considered the most interesting activities. Based on Whitebread (2008) role play is play a part (either their own or somebody else’s) in a specific situation. It becomes interesting, because it contains writing (writing a script), reading (memorizing the script), speaking (delivering the dialogue), and listening (get and understand the point of what other character say). Finally, role play is one of a whole gamut of communicative technique which develop fluency in language students, which promotes interaction in the classroom and which increases motivation (Whitebread; 2008).
            Role play is one of the techniques which emphasize the student to be more active in the learning process. From the explanation above, we can conclude that by using CLT method, the students will be easy to get the learning goal and they can improve more their basic skill in the class. In this method, teachers only facilitate the communication process among the learners in the classroom. It means, we can make the class more focus on student-centered.


Reference

Richard, Jack C & Theodore S. Rodgers. 2001. Approach and Methods in Language Teaching. United Kingdom: Cambridge University Press.

Whitebread, D., and Penny coltman. 2008. Teaching and Learning in The Early Years. Newyork: Routledge Taylor and Francis Group

            http://yalepress.yale.edu/yupbooks/pdf/0300091567.pdf (December 16th 2011)


Kamis, 15 Desember 2011

Langit Tak Ku Raih, Bumi Tak Ku Pijak


Cerpen Patria Handung Jaya

            Tak ada perkembangan sama sekali. Setelah berbulan-bulan Fira mengenal Wahyu, hubungan mereka masih saja abu-abu. Harapan yang seolah diberikan Wahyu kepadanya mungkin hanya tinggal selembar harapan yang tak akan pernah jadi kenyataan. Sebagai seorang wanita yang telah menginjak angka 21 tahun, perasaan Fira tentu saja berkecamuk.
“Aku harus mempunyai pegangan” cetusnya tegas!
Fira tentu saja mempunyai satu alasan kuat mengapa ia mati-matian mempertahankan Wahyu. Pikirannya melayang, ia mengingat kembali awal pertemuannya dengan Wahyu 4 bulan yang lalu. Tak ada yang mengira bahwa acara tahunan yang diselenggarakan oleh kampus itu mengubah segalanya. Tak ada yang special dari Wahyu ketika Fira menatap matanya saat pertama kali bertemu. Ia hanya mengenal lelaki berkulit sawo matang itu sebagai ketua panitia dalam acara tersebut. Sampai suatu ketika, seorang kawan Wahyu menyeletuk,

Kamis, 03 November 2011

Should She Cry, or Laugh?

HAAH! ITU DIA ORANGNYA!!
Aku mau…aku mau…! Suara gemuruh nyaring terdengar di dalam Kotak Biru. Sekotak brownies kukus rasa pandan merk terkenal langsung jadi idola manusia biru yang kelaparan di siang bolong itu. Ternyata ada yang lagi happy, gaji bulanan yang baru diambilnya siang ini gak buat Vita lupa akan janjinya buat beli sekotak Brownies buat para penghuni Kotak Biru. Gajinya lumayan cuyYaa, kalau buat qurban satu kambing besok Minggu bisa lah. Mungkin bisa dibilang gaji bulan ini adalah gaji terbanyak yang dia terima...kalau kata Ayu Ting-Ting sih, asiiik…asiiik…hahahahahaha. Langsung aja dalam hitungan menit kotak brownies itu tinggalah kotak, dan kami pun berdoa sepenuh hati agar gaji Vita bulan depan lebih banyak, trus beli Brownies yang lebih banyak pula tentunya.hihihihihi…
            Tetapi siapa yang tahu, dibalik rasa happy nya itu, beberapa kegalauan sedang merajai hatinya…ihiiirrrrrrrr…Oke, kita bahas satu per satu. Pertama, kegalauan datang dari sebuah agenda yang kami lakukan satu bulan lalu. Kegiatan yang notabene sudah selesai, masih aja bikin si Vita bingung. Duit yang jumlahnya cukup lumayan lah buat mahasiswi kayak Vita, eh ngilang gitu aja gak tahu dimana rimbanya. Yah, yang namanya pembukuan selalu aja ada yang missed. Kegalauan kedua dan yang menjadi inti dari cerita ini adalah kegalauan dalam hatinya…wedyaaaaaaannnnn…

Rabu, 02 November 2011

Among Rush Hour of Paper!!!

AFTER THE RAIN
Tonight…This moment…I cannot be relax and should stay in my room then suppose to finish my paper which must be submitted tomorrow!!! Everything is just like supports me to do it. The weather seems like so friendly, the time is definitely correct (No meeting today) JJJ, and of course I have just bought a book to support my theories in the paper. Uhmm, wait...By the way I’m hungry. I remember that I was having lunch with my friends in blue box, Vita, Faisal and Sigit at 12.00 am this afternoon, so I need energy. However, when I came to my friend’s room in order to let him dinner, he said something that makes me can’t stop thinking until now! Woow…wooow…woow…What’s that? It’s just simple words, but full of meaning…AFTER THE RAIN. It makes me wonder and encourage me to share in this blog.

Sekilas Info PBI

PBI UAD KIRIM BORANG RE-AKREDITASI KE JAKARTA

Yogyakarta, 21 Oktober 2011
Program studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Ahmad Dahlan terus berbenah. Tanggal 16 Agustus 2011 lalu, prodi PBI telah mengirimkan semua dokumen dan kelengkapan yang diperlukan untuk proses re-akreditasi (Borang Akreditasi) ke Jakarta. Dokumen tersebut diantaranya berupa data lengkap yang berisi laporan penelitian dan artikel ilmiah hasil karya dosen juga mahasiswa PBI, serta dokumen-dokumen normatif. Sebelum dikirim ke Jakarta, dokumen-dokumen tersebut telah mendapatkan internal assessment dari DPM UAD dengan skor B.

Sekilas Wawancara dengan Seorang Jurnalis Senior

Yogyakarta, 9 Juli 2011
Hobiku Jalan Hidupku
Jum’at siang, 8 Juli 2011 cuaca terasa panas menyengat kulit, akan tetapi hawa sejuk langsung terasa ketika memnasuki kanto redaksi harian Kedaulatan Rakyat. Seorang receptionist cantik dengan ramah langsung mnenyapa kami. Kami pun menjawab maksud dan tujuan kami mengunjungi kantor tersebut, yaitu untuk bertemu seorang wartawan senior yang dapat membantu menyelesaikan tugas akhir kami. Mengetahui kami sudah membuat janji sebelumnya, kami dipersilakan duduk dan menunggu sejenak.
Waktu menunjukkan pukul 12.50, dan rupanya saat itu adalah jam makan siang untuk para pegawai kantor.Cukup lama kami menunggu, namun hal itu berbuah manis. Seorang lelaki paruh baya menemui kami. Dialah Mat Lutfi (44), seorang wakil pemimpin redaksi Kedaulatan Rakyat yang sudah sejak tahun 1989 berkecimpung di dunia jurnalistik. Beliau menyapa kami dengan hangat. Saya pun mulai membuka pembicaraan dengan menanyakan berbagai macam hal.
Beliau lahir di Bantul, 6 Desember 1966. Mengambil Sastra Arab sebagai program studinya di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, tak menghalangi kesenangan atau hobinya terhadap dunia jurnalistik. Beliau bergabung dengan bulletin kampus yang disebut “Nafiri” yang kemudian mengantarkannya menjadi wartawan professional. Mat Lutfi mengatakan bahwa ia beruntung mempunyai kenalan di Kedaulatan Rakyat yang mengajaknya bergabung dengan instansi tersebut. Liputan pertamanya adalah Muktamar NU pada tahun 1990.
Setiap pekerjaan tentunya mempunyai hal yang mengenakkan dan tidak. Ketika ditanya kenapa suka menjadi jurnalis, beliau tersenyum dan menjawab “Banyak sekali”. Berdasarkan penjelasan beliau, hal menariknya adalah mendapatkan ilmu dengan gratis, seperti bisa mengikuti seminar dengan gratis.Hal menarik lainnya adalah dikenal dan mengenal banyak orang. Bahkan beliau sering dikenal orang sementara beliau tidak mengenal orang tersebut.
Banyak sekali pengalaman liputan dan wawancara beliau. Wawancara dengan gubernur, atau pejabat seperti Amin Rais sudah merupakan hal yang biasa, tak ada lagi rasa canggung atau malu karena wartawan memang harus dekat dengan para petinggi. Kota Lampung, bahkan pulau Kalimantan pun pernah beliau kunjungi untuk liputan pada tahun 1996. Untuk luar negerinya, tahun lalu beliau pernah ke Vietnam dan Kamboja dengan biaya dari kantor.

Selasa, 01 November 2011

HIV AIDS Opinion

HIV AIDS
Some people are still confuse about the different between HIV and AIDS, they still assumed that these 2 diseases are same. The correct statement is Human Immunodeficiency Virus (HIV) is a lentivirus (a member of the retrovirus family) that causes Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS), Human immunodeficiency virus (HIV) is a lentivirus (a member of the retrovirus family) that causes acquired immunodeficiency syndrome (AIDS), a condition in humans in which the immune system begins to fail, leading to life-threatening opportunistic infections. Infection with HIV occurs by the transfer of blood, semen, vaginal fluid, pre-ejaculate, or breast milk. Within these bodily fluids, HIV is present as both free virus particles and virus within infected immune cells. The four major routes of transmission are unsafe sex, contaminated needles, breast milk, and transmission from an infected mother to her baby at birth (perinatal transmission). Screening of blood products for HIV has largely eliminated transmission through blood transfusions or infected blood products in the developed world.

Unity in Diversity

UNITY IN DIVERSITY
            We see that actually Indonesia is a country with so many cultures and diversities. Even, in Dutch and Japanese colonialism, Indonesian tried to against them by their own self. Every single region used their own way to fight them. But this is actually didn’t give any meaningful results until Indonesian realized that the most important thing to be freedom and against the colonialism was to unite. Budi Oetomo, was the very first Indonesian organization which is established in 20th May 1908, and was marked as a National Awakening Day until now. Since Budi Oetomo established, Indonesian started to against all of the colonialism together as unite.

Youth Pledge Opinion

INDONESIAN YOUTH CHARACTERISTIC

We often hear that youth generation is the successor of a country and the agent of change. That is not only an idiom. If we look backward, there were so many changing caused by the youth. Take for example 83 years ago, all of youth across Indonesia gathered in one place to announce their unity, which is known as “Sumpah Pemuda”. This is also the beginning for Indonesia to reach its independency. Another reason is in 1998, when Soeharto is deposed by a million of youth around Indonesia and then democracy exists till now. Those examples prove that youth generation takes a big deal in a change. Bung Karno also said “Give me ten youth, and I will change the world”.

Sekilas Cerpen, Tugas Journalism (Based on My Friend's True Story)

DUA TAHUN UNTUK SELAMANYA

Cerpen Patria Handung Jaya

Dag…dig…dug…mungkin begitulah perasaanku ketika melihat sosok Imran, seorang mahasiswa semester tiga Fakultas Teknik di salah satu universitas swasta di Yogyakarta. Berada di naungan satu almamater tak membuatku bisa setiap hari bertemu dengan Imran. Ya, lelaki itulah yang sejak beberapa bulan lalu mengganggu pikiranku. Dengan baju yang selalu terlihat rapih, rambut gaya spikey, dan senyuman yang terlukis manis di wajahnya. Tetapi bukan karena itu aku tertarik padanya. Entah kenapa begitu melihatnya aku yakin bahwa akulah pemilik tulang rusuknya.

Pagi itu aku melihat Imran sedang terburu-buru menuju ke kelasnya. Hmmm, maklumlah dia orang sibuk, semalaman dia baru saja mengadakan event festival band di kampus. Mungkin kantuk masih menyerangnya, sehingga ia terlambat masuk kelas hari ini. Di sela larinya ia masih sempat menyapa teman-temannya yang sedang asyik ber-hot spot-an di area hall kampus. Akan tetapi, keramahannya tersebut tak berlanjut untukku, padahal aku hanya beberapa meter berdiri di depannya. Ya, maklumlah, aku hanya diam-diam mengaguminya, dia bahkan tak mengenalku.

Nita. Ya, begitu teman-teman memanggilku, seorang mahasiswi semester awal jurusan Bahasa Inggris di universitas yang sama dengan Imran. Keaktifanku di beberapa organisasi kampus lah yang membuatku bertemu dengan lelaki itu. Lelaki yang lagi-lagi aku tak habis pikir entah kenapa aku menyukainya. Bagaimana begitu? Lucu memang. Dia bahkan tak mengenalku, atau bahkan mungkin tak pernah menganggap aku ada, lantas apa bagaimana aku bisa jatuh hati padanya sementara berbicarapun tak pernah? Konyol, tapi itulah cinta, kadang kita sendiri tak tahu datang darimana.

Lama-lama aku seperti orang yang tidak tahu diri. Aku hanya bisa bersimpuh di setiap sholatku, berharap suatu saat ada jalan untukku dan Imran. Tapi apakah itu mungkin? Karena jika dilogika saja sepertinya itu sangat tidak mungkin. “Ah, Allah selalu punya jalan untuk hamba-Nya,” kataku menghibur diri.

Hari demi haripun berganti, Allah masih belum membukakan jalanku dengannya. Apakah aku harus menyerah? Tidak!! kataku tegas dalam hati. Aku sadar bahwa cintaku ini bukanlah cinta monyet, bukan cinta-cintaan anak-anak ABG labil, tapi benar-benar tulus dari dalam hatiku. Aku teringat akan salah seorang temanku yang bernasib sama denganku. Dia menyukai seorang lelaki dan usahanya sangat gigih, bahkan sampai mencari tahu nomor HP, akun facebook dan twitter sang lelaki tersebut. Apakah aku harus berbuat hal yang sama sepertinya? Apakah aku juga harus aktif dan berusaha sehingga Allah mau membukakan jalanku dengannya? Tapi sekali lagi aku tegaskan, tidak! Aku merasa bahwa wanita tidak pantas melakukan hal-hal semacam itu, akupun berfikir jika nantinya Imran akan merasa ilfeel denganku jika aku melakukan hal-hal seperti itu. Ilmu pelet? Tidak! Tak akan pernah aku melakukan jalan setan.

Bulan berganti bulan, aku selalu berikhtiar dan memohon kepada Allah agar aku diberikan jalan bersama Imran. “Ya Allah, jika memang ia jodohku, mudahkanlah, dan kalau memang bukan, jauhkanlah kami sejauh-jauhnya, karena aku tak sanggup melihat wajahnya.” Begitulah doa yang kututurkan kepada yang Maha Agung dalam setiap sholat 5 waktuku dan di setiap hembusan nafasku.

Bulan berganti bulan. Tak ada yang spesial. Aku masih saja menjadi secret admirer-nya. Menatapnya dari jauh, berharap bagaikan sosok Cinderella yang dijemput olehnya. “Ah, hanya lamunan saja,” gumamku. Kebetulan, entah ada angin darimana, organisasi tempatku bernaung dan menghabiskan waktuku selain kuliah, melakukan kerjasama dengan organisasi tempatnya bernaung. Tetap saja tidak ada yang spesial. Aku tidak terlalu memegang peranan penting dalam kepanitiaan tersebut. Sie konsumsi, ya itulah posisi yang selalu aku terima, bahkan aku dijuluki the best sie consumption ever, sementara ia menjadi ketua panitia pelaksana. “Ya Allah, tabahkanlah hatiku,” ucapku dalam hati. Perasaan cemburu, pasti ada ketika melihatnya akrab dengan beberapa akhwat lain ketika ia sedang berdiskusi masalah kegiatan. Tapi aku kembali berfikir, siapa aku? Berani-beraninya aku cemburu.

Akhirnya saat itu, aku masih ingat betul tanggal 21 Januari 2008, aku bertemu dengan Imran di masjid kampus. Itulah pertama kalinya Imran melihatku dan ia melemparkan senyumnya kepadaku. Oh My God, perasaanku saat itu. Tubuhku terasa meleleh dan dunia seolah milik berdua, yang lain ngontrak! Senyum yang bagi Imran tak berarti apa-apa, tapi bahkan lebih berarti dari proposal PKM-ku yang telah di-acc oleh kampus. Seusai sholat, tak sengaja aku mendengar pembicaraan Imran dengan salah seorang temannya. Sayup-sayup kudengar mereka mengucap kata Thailand. Sebenarnya tak ada maksud untuk menguping. Tetapi karena penasaran, kuhentikan langkahku sejenak.

Hatiku rasanya remuk, hancur berkeping-keping, bagai tersambar petir di siang bolong. Aku menangis, rasanya ingin berteriak di lapangan luas. Teman-temanku bertanya. “Kamu kenapa?” tanya salah seorang temanku. Aku hanya diam seribu bahasa. Tak sepatah katapun terucap dari mulutku. Aku hanya menggeleng dan terus menangis.

Obrolan Imran dan salah seorang temannya di masjid tadi ternyata membicarakan tentang pertukaran pelajar yang akan ia jalani selama 6 bulan. Ia akan berangkat beberapa hari lagi. Entah kenapa mendengar hal itu rasanya dunia sudah tak ada artinya lagi.

Dua tahun berlalu, kini aku duduk di semester lima, sedangkan Imran telah duduk di semester tujuh. Namun penantianku tak pernah padam. Doa selalu kulantunkan kepada Sang Maha Pencipta. Dia Maha Tahu, aku hanya bisa terus berikhtiar dan pasrah kepada yang Di Atas. Doa tak pernah putus aku lantunkan. Biarlah ini sebagai bentuk usahaku. Kedua kalinya, kami tergabung dalam kepanitiaan yang sama.

Kami, para panitia tak hanya membahas program kami ketika rapat, namun juga seringkali kami berdiskusi di forum internet. Tanpa disangka salah seorang temanku menyebut namaku di forum itu, dia membahas habis-habisan tentang aku. Dibilangnya, aku ini cekatan, tanggung jawab terhadap tugas, dan sebagainya. Aku merasa malu, karena sebenarnya aku hanya melakukan apa yang aku bisa. Setelah aku amati betul-betul, aku baru tahu dengan siapa temanku membahas namaku. Imran! Mataku terbelalak, hatiku deg-degan tak karuan. Kira-kira apa yang ada di pikiran Imran ketika mendengar semua itu?

Keeseokan paginya, aku menegur temanku itu, Vita namanya. Aku spontan saja marah kepadanya atas apa yang dia bicarakan semalam di forum. Vita bingung, dia menganggapku marah tanpa alasan. Akhirnya aku jelaskan saja kenapa aku marah, aku bilang kalau tadi malam dia membicarakanku dengan Imran. Vita tambah bingung. “Lantas kenapa, Nit?” tanya Vita. Aku malah jadi salah tingkah. Vita semakin penasaran, dia malah menggodaku. “Kamu suka sama Imran ya, Nit?” “Apaan, sih?” jawabku tegas. Aku bergegas pergi dan berpikir akan tindakanku barusan. “Apa yang aku lakukan? Kenapa aku harus marah? Aduh bodoh sekali aku ini!” gumamku dalam hati. Ini malah akan membuka peluang teman-temanku untuk mengetahui rahasiaku. Rahasia yang memang tak seorangpun boleh tahu.

Kadang-kadang aku merasa kalau hidupku ini bagai cerita dalam sinetron yang tak berujung. Lantas kalau ini memang sinetron, siapa tokoh antagonisnya? Apakah Tuhan yang tidak pernah membukakan jalanku dengan Imran? Apakah aku sebagai tokoh protagonist yang selalu menangis mengemis cinta? Tapi aku kembali membuka pikiran, bahwa Tuhan tidak mungkin membiarkan hamba-Nya menderita. Di balik semua penantianku ini pasti akan ada hasil yang indah, sekalipun keindahan itu tak berarti kebersamaanku dengan Imran.

Siang itu terasa sangat terik, aku ada kelas jam setengah satu nanti. Kepala enggan terangkat, langkahku pun terasa berat. Aku hanya ingin duduk-duduk di sini, di markas organisasi tempatku bernaung. Dari depan pintu terdengar suara Vita memanggil namaku. “Nitaa…Nitaa…kamu dicariin tuh”. “Siapa sih? Suruh masuk aja deh. Karena merasa tidak enak, langsung saja aku keluar dari ruangan itu, dan coba tebak siapa yang mencariku…Imran! Tak pernah terbayangkan olehku kalau dia akan mencariku. Udara yang tadinya sangat panas mendadak jadi dingin, dan darahku pun terasa beku. Tubuhku gemetar, aku tak sanggup lagi.

Dengan suara gagap aku memulai perbincangan.

“Aaa ada apa ya, Mas, mencari saya?”

“Oh, kamu ya yang namanya Nita? Kayaknya kita sering ketemu deh ya, tapi kok kita jarang ngobrol ya”

Ya iya lah, sahutku dalam hati. Lihat aja udah syukur, apalagi ngobrol.

“Aku dengar kamu aktif ya di organisasi ini? Udah gitu, katanya kamu salah satu member yang hebat juga.”

“Ah, gak gitu kok, Mas. Saya cuma berusaha semaksimal saya, lagian pengurus yang lain juga masih banyak yang bagus,” sanggahku.

Tatapannya tajam, dia bahkan menghentikan obrolannya dan menatapku dengan tatapan penasaran. Ada apa ini? Apa ada yang salah dengan bedakku, atau mungkin kerudungku miring? Atau mungkin pakaianku aneh? gumamku heran.

“Kenapa, Mas?” aku memalingkan mukaku.

“Oh, tidak. Aku permisi dulu ya, banyak hal yang harus aku selesaikan.”

“Iya, Mas. Monggo,” jawabku singkat.

Padahal aku masih belum mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Ia hanya datang, menanyakan beberapa hal, dan pergi begitu saja. Namun begitu, ini merupakan hal besar untukku, sebuah perubahan yang sangat berarti meskipun mungkin pertemuan tadi tak ada arti apa-apa untuk Imran. Pertemuan singkat yang benar-benar bermakna untukku.

Allah seolah belum berhenti memberikan kejutan untukku. Dua minggu setelah diberikan kenikmatan menemui bulan Ramadhan dan merayakan hari kemenangan, sesuatu yang sama sekali tak aku duga terjadi. Bruum..bruum…suara sepeda motor terdengar dari dalam rumahku di daerah Gunung Kidul. Aku buka pintu dan aku lihat sayup-sayup Vita melangkah menuju rumahku.

“Vita, ya ampun kamu jauh-jauh dari Jogja kesini?”

“Iya dong, tali silaturahmi kan harus tetap dijaga,” ucapnya sambil cipika-cipiki denganku.

Ternyata dia tak sendirian, aku lihat dari kejauhan langkah seorang lelaki yang semakin mendekati rumahku. Aku hafal langkah itu, aku hafal cara berpakaian itu, dan aku hafal torehan senyum di wajah itu. Imran! Ternyata lelaki yang datang bersama Vita adalah Imran, dan Vita pun bercerita bahwa Imran lah yang ngebet ingin diantar ke rumahku.

Tanda tanya besar kembali muncul di kepalaku. Ada apa ini? Aku mempersilahkan mereka berdua duduk di ruang tamuku yang sederhana. Anehnya, tiba-tiba Vita ijin ke belakang dengan alasan ingin membantu ibuku menyiapkan suguhan. Aku ditinggal bersama Imran di ruang tamu. Obrolan kami pun bukan obrolan yang berbobot, namun mengalir begitu saja dan terdengar sangat mengasyikkan. Tiba-tiba dia mengucapkan kalimat yang menghunjam jantungku.

“Dek, entah kenapa akhir-akhir ini nama dan wajahmu selalu menghiasi aktivitasku, diawali dari obrolanku dengan Vita tentang kamu yang tidak disengaja, sampai pada saat ini. Sepertinya pertemuan kita ini kok sudah diatur sama yang Di Atas ya, Dek.”

Aku hanya diam, tak mampu berkata apa-apa. Ingin rasanya aku juga mengungkapkan hal yang sama, bahkan lebih. Jika ia bilang ia baru-baru ini memikirkanku, aku bahkan sudah dua tahun memikirkan tentangnya. Aku sempat berfikir apakah perasaanku terbalas? Apakah doaku diijabahi oleh Allah? Belum selesai aku berfikir, sekali lagi dia mengucapkan kalimat yang membuatku diam seribu bahasa.

“Dek, ta’arufan yuk.”

“What?” jerit batinku.

Vita yang ternyata sedari tadi mendengarkan obrolanku dengan Imran tiba-tiba keluar.

“Asyiikk, akhirnya bang Imran ngomong juga”. Usut punya usut, setelah perbincangan Imran dengan Vita tentang aku, Imran selalu menanyakan hal apapun tentang aku kepada Vita. Aku bagaikan disiram air zam-zam di siang hari bolong yang panas, sangat menyejukkan.

“Apa Mas serius?” tanyaku lirih. “Iya lah, Dek. Untuk apa aku jauh-jauh dari Jogja kalau hanya untuk main-main”. “Iyo ndukí kalau ada laki-laki yang serius sama kamu tu, ndak usah lagi dipikir terlalu panjang” suara Ibu dari dapur. “Ibu, kok Ibu…”. Ternyata sedari tadi Ibu juga mengamati pembicaraanku dengan Imran. Sepertinya lampu hijau sudah kudapat dari Ibu. Oleh karena itu, dengan suara yang lembut namun tegas aku jawab, “kalau mas serius, mari kita mencoba untuk lebih mengenal satu sama lain”.

Akhirnya pada hari itu aku dan Imran secara resmi berta’arufan. Malam harinya di sholatku, aku tak henti-hentinya memuja Allah, rasa syukur dan terima kasih aku ucapkan berulang-ulang atas apa yang Dia berikan padaku hari ini. Sepertinya doaku benar-benar terkabul. Sikap ikhtiarku dijabah oleh-Nya. Meskipun harus menunggu selama dua tahun, Ternyata dari dua tahun itu aku mendapatkan banyak hal. Dari segi kesabaran, keadaan untuk selalu berprasangka baik kepada Allah, dan sekarang aku mendapatkan kesuksesan.

Satu bulan kemudian, tanpa ada perjanjian dulu secara mengejutkan Imran datang bersama dengan keluarganya ke rumahku. Mobil iring-iringan berjumlah tiga buah, pakaian rapi, dan dengan sangat lembut dia mendekat dan mengucapkan kalimat yang selama ini aku impi-impikan. “De, ku pinang kau dengan Bismillah…”